Saturday, June 16, 2012

Ceko Bidik Polandia

Pelatih Ceko, Michal Bilek.

WROCLAW, KOMPAS.com - Setelah mengempaskan Yunani 2-1, Ceko kini membidik poin penuh saat bertemu dengan tuan rumah, Polandia dalam laga terakhir penyisihan Grup A, Minggu (17/6/2012). Pelatih Ceko, Michal BĂ­lek, mengatakan, tiga poin adalah harga mati bagi Rusia jika ingin lolos ke perempat final.

Dengan kemenangan itu, Ceko bertengger sebagai runner-up sementara dengan tiga poin, kalah satu angka dari Rusia yang berada di posisi puncak. Namun, Polandia, yang berada di posisi tiga dengan dua angka, dapat mengubur impian Ceko jika mampu meraih kemenangan dalam laga nanti.

"Kami senang masih diberikan kesempatan untuk lolos. Kami tahu akan menjadi akhir segalanya jika kami kalah (dari Yunani). Jadi, kami harus berjuang di laga terakhir dan meraih poin dari pertandingan itu," ujar Bilek.

Saat melawan Yunani, Ceko unggul cepat setelah Petr Jiracek dan Vaclav Pilar hanya butuh enam menit awal untuk mengubah skor menjadi 2-0. Akan tetapi, di paruh kedua, blunder kiper Petr Cech, membuat Yunani sukses memperkecil ketertinggalan. Beruntung, meski terus ditekan hingga menit-menit akhir, kemenangan Rusia berskor 2-1 tidak berubah hingga peluit panjang ditiupkan.

"Kami cukup beruntung dapat mencetak dua gol. Di babak pertama, kami tampil cukup baik dengan kombinasi serangan yang berbahaya. Tetapi, babak kedua sedikit sulit ketika Tomas Rosicky tidak bisa bermain. Apalagi, kami kebobolan dengan sangat buruk. Itu memberikan Yunani harapan," kata Bilek.

"Saya mengangkat topi pada untuk penampilan seluruh tim. Mereka bermain sangat baik dan tak satu pun pemain yang bermain tidak memuaskan dalam pertandingan malam ini," tegasnya.


View the original article here

Tardelli: Tekanan Justru Bagus buat Irlandia

Bomber Republik Irlandia Robbie Keane (kiri) dan gelandang Damien Duff sedang melakukan pemanasan jelang latihan tim di Stadion Municipal, Poznan, Sabtu (9/6/2012).

GDANSK, KOMPAS.com - Asisten Pelatih Republik Irlandia Marco Tardelli yakin timnya dapat mempersulit langkah Spanyol saat kedua kubu bertemu dalam lanjutan pertandingan Grup C, Kamis (14/6/2012).

Irlandia harus berada di dasar klasemen setelah dikalahkan Kroasia 1-3 pada laga perdana. Ambisi tim besutan Giovanni Trapattoni untuk lolos ke babak perempat final semakin sulit karena Robbie Keane dan kawan-kawan harus berhadapan dengan juara bertahan Spanyol.

Meski berprospek suram, Tardelli percaya permainan Irlandia akan lebih berkembang jika ditempatkan dalam tekanan.  

"Tekanan baik untuk kami sebagai tim underdog. Para pemain ingin melakukan sesuatu yang penting bagi bangsa dan mereka percaya. Kami percaya (dapat meraih kemenangan atas Spanyol)," jelas Tardelli.

"Kami berada di lapangan untuk menang. Dalam sepak bola ada tiga macam hasil dan semunya dapat terjadi. Para pemain butuh kondisi fisik dan psikologi yang baik. Saya pikir mereka siap," lanjut Tardelli.

Eks pelatih timnas Italia Junior itu mengingatkan agar Irlandia tidak melakukan kesalahan yang sama seperti saat melawan Kroasia.

"Kami kebobolan tiga gol dengan cara yang aneh," ujarnya. (GL)


View the original article here

Sepeda, Helm Baja, dan Martabat Jerman-Belanda

Johan Cruyff (kiri) dan Franz Beckenbauer (kanan) di Final Piala Dunia 1974.

"Sepak bola adalah perang," - Rinus Michels.

KOMPAS.com - Ucapan singkat mantan pelatih Belanda, Rinus Michels, itu seakan menggambarkan bahwa sepak bola memang tidak hanya mendatangkan hiburan semata. Terlalu banyak definisi hingga filosofi yang terkadang jauh melewati pola pikir manusia bahwa olahraga itu hanya sebatas permainan biasa di muka bumi ini. Sepak bola bisa menjadi seni, tetapi bisa pula menjadi pertarungan sengit yang berurusan dengan martabat bangsa.

Mau bukti? Lihat saja, perseteruan dua negara adidaya di barat Eropa, yakni Jerman dan Belanda. Bahkan, bagi mereka, sepak bola telah bertransformasi melebihi seni dan permainan olahraga selama 2x45 menit dengan kreativitas tinggi. Sejarah panjang rivalitas yang terus menggelora diantara kedua negara itu, seakan membawa kita seperti menyaksikan tontonan para prajurit perang pada Perang Dunia.

Jika ditarik jauh ke belakang, sejumlah penduduk Belanda, mungkin masih ingat bagaimana kejamnya pimpinan Nazi Jerman, Adolf Hitler membumihanguskan negara mereka dalam pertempuran udara yang lebih dikenal dengan sebutan "Battle of Netherland" pada September 1939. Belum lagi jutaan rakyat Belanda tak berdosa tewas ketika pasukan Schutzstaffel (SS) milik Nazi menduduki negara tersebut pada era 1940-an.

Walhasil, pascapendudukan itu muncullah sentimen Anti-Jerman di kalangan masyarakat Belanda, yang terbangun akibat trauma mendalam kekejaman Nazi pada masa tersebut. Sentimen itu kemudian merambah dalam urusan sepak bola. Pada putaran final Piala Dunia 1974, sejumlah fans Belanda banyak yang memakai kaus bertuliskan "I Want My Bycyle Back" sebagai kata celaan merujuk pada peristiwa itu. Maklum saja, Nazi ketika itu merampas apa saja milik rakyat Belanda, termasuk juga sepeda!

Bahkan, saat menjelang Piala Dunia 2006 silam, kaos oranye dengan slogan provokatif dan replika helm Perang Dunia II laris manis diboyong oleh ribuan suporter Belanda. "Ini sesuatu yang bersifat historis, karena rivalitas selalu terjadi," ucap Florian van Laar, salah satu kreator replika helm tersebut. Karena helm ini pula, asisten pelatih Jerman, Hansi Flick, beberapa waktu lalu mendapat masalah.

Alih-alih berkelakar, Flick justru mendapat masalah besar. Ungkapan bahwa Jerman membutuhkan "helm baja" untuk menahan gempuran pemain lawan, langsung direspons dengan kritik tajam baik oleh masyarakat Belanda maupun publik Jerman sendiri. Ia pun akhirnya mengakui kesalahannya dan meminta maaf.

Jerman tak mau kalah. Pada laga persabatan 2005 silam, penjual buah di Jerman menyemprot jeruk-jeruk milik mereka dengan cat hitam. Ketika Belanda gagal ke Piala Dunia 2002, fans Jerman pun menulis lagu khusus untuk mencemooh rivalnya tersebut. Paling anyar, terjadi saat publik Bayern Muenchen mencemooh bintangnya sendiri, Arjen Robben pada final Liga Champions musim lalu.

"Beberapa fans kecewa karena Arjen Robben bermain buat Belanda ketimbang berseragam Muenchen," ujar Presiden Bayern, Karl-Heinz Rummingge, yang akhirnya juga meminta maaf atas insiden tersebut.

Warisan "perang"

Sejumlah fakta sejarah itu menunjukan bahwa rivalitas Jerman dan Belanda terukir sejati. Perseteruan di antara mereka seolah jadi warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan, sebagai dua raksasa yang memiliki kultur sepakbola sangat kental, Jerman dan Belanda tentu saja tak khawatir "perang" di antara mereka akan segera usai.

Sejak Johan Cruyff mengangkat Belanda ke jajaran tim elite dunia pada final Piala Dunia 1974, perseteruan historis Jerman-Belanda mulai memanas. Final ini adalah kali pertama kedua negara tersebut bertemu sejak berakhirnya Perang Dunia II. Jerman yang baru menjadi kampiun Eropa dua tahun sebelumnya, memplokamirkan diri sebagai sang "Uber Alles" (Jerman di atas segalanya).

Faktor tuan rumah, dan ambisi untuk mengawinkan dua gelar sekaligus, yakni Piala Eropa dan Piala Dunia membuat kepercayaan diri Jerman meninggi. Di pihak lain, taktik "Total Football" milik Belanda yang diperkenalkan Rinus Michels, telah menyentak dunia. Belum lagi, aksi Cruyff, Johan Neeskens, hingga Van De Kerkoff bersaudara mampu menjadikan Belanda sebagai raksasa Eropa.

Walhasil, lapangan berubah laiknya medan perang. Total Football yang diperagakan Cruyff dan kawan-kawan nyaris tak memberi kesempatan pemain Jerman untuk menyentuh bola. Mereka pun langsung unggul saat pertandingan baru berjalan dua menit lewat gol Neeskens. Namun, takdir berkata lain. Jerman mampu bangkit, dan membalas lewat gol penalti Paul Breitner (menit ke-23) dan Gerd Muller (43).

"Aku tidak peduli dengan skor. 1-0 aku rasa cukup untuk menghancurkan mereka. Aku benci mereka. Mereka membunuh 80 persen keluargaku. Ayahku, saudara perempuan, dan dua saudara laki-lakiku. Setiap kali aku bertemu Jerman, aku selalu dipenuhi kemarahan," sembur salah satu punggawa Belanda, Wim van Hanegem.

Belanda akhirnya mampu membalaskan sakit hati setelah mengempaskan Jerman 2-1 pada semifinal Piala Eropa 1988. Usai laga, Ronald Koeman, bertukar kaus dengan gelandang Jerman, Olaf Thon. Tapi apa yang dilakukannya kemudian? Kaus itu digunakannya untuk membersihkan bagian pantatnya di hadapan sekitar 60 ribu pendukung Jerman yang memadati Stadion Volksparks, Hamburg.

"Tahun 1988 tidak bisa menghapus kenangan kami tentang 1974. Sakit hati kami masih membekas. Saya mengerti apa yang kulakukan setelah pertandingan itu hanya tindakan impulsif yang akan Anda sesali. Tapi bagi saya, hal itu sudah saya lupakan," ujar Koemand.

Tensi kembali memburuk pada putaran kedua Piala Dunia 1990. Merasa dirinya tak pantas mendapat kartu kuning setelah menjatuhkan Rudi Voeller, gelandang Belanda, Frank Rijkaard kemudian meludahi dan mencekik rambut Voller. Nyaris baku pukul, wasit Juan Loustau akhirnya mengusir kedua bintang papan atas itu. Selesai? Tidak. Saat menuju kamar ganti, perselisihan kembali terjadi. Bahkan, sejumlah media mengabarkan sempat terjadi adu jotos antara kedua pemain tersebut.

"Itu sepenuhnya kesalahan saya dan tak bisa dibenarkan. Saya selalu menghormati Rudi Voller. Tapi saya menjadi emosi ketika mendapat kartu merah," aku Rijkaard terkait insiden tersebut.

Ini sepak bola

Di Piala Eropa 2012 kali ini, kedua kubu kembali bertemu pada laga kedua penyisihan Grup B, Rabu (13/6/2012). Jika merunut sejarah panjang rivalitas itu, Jerman memang masih layak untuk menyebut dirinya sebagai sang "Uber Alles", karena mampu tiga kali merengkuh trofi itu (1972, 1980, dan 1996). Namun, meski kerap disebut sebagai tim terbaik dunia yang tak pernah merebut juara Eropa, Belanda bukanlah tim yang dapat dipandang sebelah mata.

Apalagi dalam laga kali ini, motivasi tinggi tentu telah merasuki benak pemain Belanda, karena kalah di laga perdana melawan Denmark.  Dengan demikian, tiga poin adalah harga mati bagi tim asuhan Bert van Marwijk tersebut.  Bahkan, oleh sejumlah pihak, Belanda dinilai sedikit sial karena delapan peluang emas dari total 23 usaha, bukanlah statistik yang biasa saat melawan "Tim Dinamit".

"Kami harus mengalahkan Jerman. Saya merasa kami tak pantas kalah dari Denmark. Kami memperlihatkan permainan yang lebih baik dan menciptakan banyak peluang. Sekarang, tidak ada ampun lagi, kami akan buktikan dengan mengalahkan Jerman," ucap van Marwijk.

Jerman pun tak kalah percaya diri. Karena, jika mengacu rekor pertemuan kedua tim dalam tujuh laga terakhir di turnamen resmi, Jerman unggul tipis atas Belanda. "Der Panzer" tiga kali sukses menundukkan Belanda (Piala Dunia 1974, 1990 dan  Piala Eropa 1980), sedangkan "De Oranje" mengoleksi dua kemenangan (Piala Eropa 1988, 1992). Sisanya, kedua tim harus berbagi poin.

"Tak peduli apa pun yang terjadi, ini akan menjadi laga yang sangat berat. Para pemain benar-benar menantikan duel klasik seperti ini dan kami bersemangat tentang laga besok. Ini akan menjadi laga sulit buat kami, tapi saya yakin kami bisa meraih hasil baik," kata gelandang Jerman, Bastian Schweinsteiger.

Memang, dewasa ini sudah jarang ditemui pertarungan di dalam maupun luar lapangan seperti puluhan tahun lalu itu. Sepeda dan helm baja mungkin tidak lagi menjadi sebuah provokasi pendukung Belanda untuk pemain maupun suporter Jerman. Akan tetapi, bagi mereka, setiap laga bukan sekadar soal olahraga semata, tapi akan selalu diingat sebagai tonggak sejarah rivalitas sejati martabat bangsa. Itulah sepak bola bagi Jerman dan Belanda.

"Mengapa kami harus merasa berbeda dengan orang Jerman? Keduanya bagaikan Inggris vs Skotlandia, dengan kami sebagai Inggrisnya," - Bert Vogts  (1967-1978)


View the original article here

Berita Terakhir dan Fakta Unik Polandia

Suporter Polandia berpose jelang pertandingan tim kesayangannya melawan Rusia di Stadion Nasional Warsawa, Selasa (12/6/2012).

WARSAWA, KOMPAS.com - Berikut adalah berita-berita terakhir timnas Polandia beserta sejumlah fakta uniknya.

* Wojciech Szczesny absen satu partai akibat kartu merahnya saat melawan Yunani, Jumat (8/6/2012). Ia menjadi pemain ke-35 yang dikenaik kartu merah sepanjang sejarah Euro.

* Robert Lewandowski, pencetak gol pertama Euro 2012, sudah mencetak tujuh gol dalam lima penampilannya bersama klub dan timnasnya.

* Polandia mencatatkan rekor nasional tak pernah kebobolan dalam 512 menit sebelum dibobol gelandang Yunani Dimitrios Salpingidis, Jumat (8/6/2012). Catatan itu diawali setelah kebobolan jala Polandia yang dijaga Tamas Priskin ketika negara itu kalah 1-2 dari Hungaria pada 15 November 2012.

* Polandia sudah memenangi lima dari tujuh pertandingan terakhir. Dua lainnya berakhir imbang.

* Partai pembuka Euro 2012 adalah ajang kompetitif pertama Franciszek Smuda sebagai pelatih sebuah timnas. Sejak terpilih menangani Polandia, Smuda hanya menakhodai timnasnya di partai-partai uji coba.

* Lewandowski terpilih sebagai Man of The Match partai pembuka Euro 2012 berkat golnya ke gawang Yunani.

* Damien Perquis keluar dari tim karena tulang sikutnya retak. Ia absen sejak 3 Maret lalu dan baru kembali pada laga melawan Slowakia 26 Mei lalu.

* Lukasz Fabianski dicoret dari timnas Polandia pada 26 Mei lalu karena cedera bahu yang didapat saat latihan. Tempatnya digantikan Grzegorz Sandomierski yang tiba dari berlibur di Tenerife, Spanyol.

* Grzgorz Wojtkowiak akan bergabung dengan klub Bundesliga 2 TSV Muenchen pasca-Euro 2012.


View the original article here

Blanc: Ukraina Bersemangat, Perancis Tetap pada Rencana

Pelatih tim nasional Perancis, Laurent Blanc, saat memberikan keterangan kepada pers, di Donetsk, Selasa (12/6/2012).

DONETSK, KOMPAS.com - Ukraina menjadi satu-satunya yang meraih kemenangan pada laga perdana Grup D Piala Eropa, yaitu 2-1 atas Swedia, 11 Juni kemarin. Dengan begitu, mereka akan memastikan diri masuk perempat final, jika mampu menang pada laga kedua, yaitu melawan Perancis, di Donbass Arena, Jumat (15/6/2012).

Pelatih Perancis, Laurent Blanc, menilai timnya akan menghadapi situasi lebih sulit, mengingat Ukraina berstatus tuan rumah. Meski begitu, Blanc mengaku akan tetap menjalankan program yang sudah disiapkan.

"Orang-orang akan memberikan dukungan lebih besar dibanding sebelumnya kepada Ukraina. Itu akan menjadi pertandingan yang sulit. Itu sudah pasti. Namun, kami akan menyiapkan diri kami dengan cara sesuai yang sudah kami rencanakan," aku Blanc.

Sepasang gol Ukraina ke gawang Swedia, dicetak penyerang Andriy Shevchenko. Dalam perjalanan pulang setelah laga melawan Swedia itu, Shevchenko mengalami kecelakaan. Mobil yang dikendarainya ditabrak mobil dari belakang. Menurut harian Ukraina, Segodnya, Shevchenko tidak mengalami cedera.


View the original article here

Friday, June 15, 2012

Lawan Swedia, "Tiga Singa" Janji Lebih Garang

Pelatih Inggris, Roy Hodgson (kanan), sedang berdiskusi dengan kapten tim, Steven Gerrard.

DONETSK, KOMPAS.com — Tak maksimal di laga perdana, Inggris berjanji akan tampil lebih garang saat menghadapi Swedia dalam laga lanjutan penyisihan Grup D, Sabtu (16/6/2012). Kapten tim, Steven Gerrard yakin "The Three Lions" mampu meraih poin penuh dalam laga tersebut.

Di partai pembuka Grup D, Inggris hanya bermain imbang dengan Perancis 1-1. Unggul lebih dulu berkat gol Joleon Lescott, Gerrard dan kawan-kawan harus puas berbagi angka setelah Samir Nasri menyamakan kedudukan. Dengan hasil itu, persaingan Grup D semakin seru, karena di partai lainnya Rusia mampu mengalahkan Swedia 2-1.

"Kami harus keluarkan segalanya jika ingin mewujudkan apa yang kami inginkan. Kami akan menganalisis pertandingan (lawan Perancis) untuk mengetahui yang salah dan benar. Hasilnya akan kami praktikkan saat menghadapi Swedia," kata Gerrard.

Gerrard menambahkan, setelah laga melawan Perancis timnya dipenuhi kepercayaan diri tinggi untuk menghadapi lawan-lawan selanjutnya. Apalagi, di atas kertas, tim asuhan Roy Hodgson itu memang memiliki kualitas di atas Swedia maupun Rusia.

"Setelah laga melawan Perancis, kepercayaan diri kami sudah meningkat di kamar ganti plus kebersamaan tinggi dibutuhkan untuk menjalani laga selanjutnya," kata Gerrard.

Kapten Inggris itu juga menaruh rasa hormat yang besar pada calon lawan selanjutnya.

"Swedia adalah lawan yang sulit dan kami sudah lama tidak mengalahkan mereka dengan permainan yang kompetitif. Dengan segala hormat, kami harus menang dalam pertandingan ini," tegasnya.


View the original article here

Justin: Belanda Harus Mainkan VdV dan Huntelaar

Justinus Lhaksana berharap Bert van Marwijk dapat memainkan Rafael van der Vaart saat melawan Jerman, Rabu (13/6/2012) malam.

KHARKIV, KOMPAS.com - Belanda akan melakoni laga hidup mati melawan Jerman di Grup B Piala Eropa 2012, Rabu (13/6/2012). Bagi Robin van Persie dan kawan-kawan, gagal menang atas Jerman berarti mereka harus angkat koper dari Ukraina dan Polandia.

"Bisa saja Belanda menang. Namun, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan," jelas penanggung jawab timnas futsal Indonesia Justinus Lhaksana kepada Kompas.com, Rabu pagi.

Justin berpendapat, biang hasil buruk pada partai perdana Belanda adalah tumpulnya lini depan. Lini tengah juga kosong saat Denmark melakukan counter attack.

Di lini depan, Justin berharap Pelatih Bert Van Marwijk menurunkan Klaas-Jan Huntelaar sebagai starter bersama Van Persie dan Arjen Robben.

"Van Marwijk harus berani memainkan Huntelaar. Nantinya, Van Persie pindah ke kiri menggantikan Afellay. Soalnya, Van Persie itu shadow striker," ujarnya.

Demi menunjang kinerja penyerang, Justin menilai, Van Marwijk juga harus berani memainkan sekaligus dua gelandang kreatif, yakni Wesley Sneijder dan Rafael van der Vaart.

Tidak hanya itu, Sneijder dan Van der Vaart, lanjut Justin, dapat meredam lini tengah Jerman yang diisi Sami Khedira, Mesut Oezil, dan Bastian Schweinsteiger.

"Jadi Belanda akan unggul di tengah jika memasukkan pemain kreatif. Sementara Mark van Bommel enggak usah membantu serangan seperti saat melawan Denmark. Sebagai gelandang bertahan, dia fokus menahan serangan balik sehingga enggak ketinggalan terus. Nigel de Jong lebih baik dicadangkan," tutur mantan pelatih timnas futsal tersebut.

"Belanda harus berani memainkan satu gelandang bertahan karena mereka harus menekan. Nah, sekarang tinggal Van Marwijk punya nyali atau enggak," lanjutnya.

Justin yang kerap menjadi komentator di sebuah stasiun televisi swasta merupakan pendukung fanatik Belanda. Maklum, Justin pernah tinggal selama 20 tahun di "Negeri Kincir Angin".


View the original article here